Blog ini bertujuan mengaktualisasikanmengekpresikan penilaianpersepsianalisis suatu fenomenakasus aktualisieren untuk percepatan demokratisasi di Indonesien. Sebagai sarana komunikasi politik, Blog ini diharapkan dapat dimanfaatkan bagi pencinta demokrasi, nicht kekerasan, pro rakyat, bukan pro korporasi asing sebagaimana semakin mewarnai politik ekonomi, politik hukum dan sosial budaya dalam era reformasi. Mengangkat martabatharga diri Indonesien sebagai visi strategis Blog ini. Selasa, 25 Maret 2014 AUSGABE NEGARA FEDERAL DI INDONESIEN (BAGIAN PERTAMA) Ausgabe Negara Bundesrepublik Deutschland telah mengambil tempat di Indonesien sejak awal kemerdekaan bangsa Indonesien, terutama munculnya prakarsa Negara Indonesien Indonesien, disingkat RIS. RIS adalah suatu negara federasi, berdiri pada 27 Abgeordneter 1949 sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundestag: Republik Indonesien, Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan ini disaksikan oleh Kommission der Vereinten Nationen für Indonesien (UNCI) sebagai perwakilan PBB. Bahkan, sesungguhnya Ausgabe negara bundesstaatlichen mencuat pertama kali sebelum Kemerdekaan Indonesien. Mengacu Pada hasil studi Adnan Buyung Nasution (2000), konsep Fédéralisme pertama kali diperkenalkan oleh Ritsema van Eck, Kepala Kehutanan di Jawa. Saat itu konsep Ritsema Yang juga mengikutsertakan nasib Kelompok etnis luar Indonesien di bawah kekuasaan kerajaan Belanda, Curacao dan Suriname. Konsep Übersetzung Ritsema ini dipertanyakan oleh Prpf. Van Vollenhoven, Prof. Snouck Hurgronje und Prof. Colenbrader. Para ilmuwan ini menilai, konsep Ritsema hanyalah untuk memenuhi Maksud Belanda untuk meningkatkan kekuatan dengan membagi Indonesien ke dalam Kelompok-Kelompok etnis. Perdebatan Ausgabe negara federal von Indonesien tidak surut, masih terus berkembang sejalan dengan perkembangan bersejarah menjelang Kemerdekaan Indonesien. Ausgabe negara federal mencuat kembali saat menjelang pembuatan Konstitusi (UUD 1945). Issue negara föderalen Terdapat von Dalam perdebatan Badan Penyidik Urusan Persiapan Kemerdekaan Indonesien (BPUPKI). Menurut Adnan Kaufen Sie Nasution, Muhammad Yamin tidak sependapat dengan gagasan federalisme Karena hanya akan mengantarkan Indonesien ke dalam pengkotakan wilayah berdasarkan Provinsi dan dapat memicu pecahnya kesatuan bangsa Indonesien. Sekalipun Muhammad Hatta dan Latuharhary telah bertindak sebagai pengusung gagasan negara föderativ, tidak berusaha untuk melawan kelompok penentang gagasan federalisme. Pada tahun 1955 Indonesien mengadakan Pemilu (Pemilihan Umum). Namun, segera setelah Pemilu tahun 1955, Bung Karno mengangkat Ali Sastroamidjoyo sebastian Perdana Menteri dan mulai menjalankan suatu sistem politik demokrasi terpimpin. Kebijakan Bung Karno ini antara gelegen menimbulkan gejolak oposisional dan baik Dari kalangan politisi Partai dan perwira militer di Pusat maupun Daerah. Gejolak oposisional Terhadap Pemerintah Pusat semakin menguat dengan bermunculannya pemberontahan daerah terutama von luar Pulau Jawa. Ausgabe negara federal kemudian berlanjut. Issue negara federal muncul kembali von Dewan Konstituante antara tahun 1956 sampai tahun 1959. Perdebatan sangat tajam muncul di tahun 1957 ketika sempa kekuatan politik dan partai dari berbagai ideologi politik menyatakan pendapatnya mengenai sistem negara. Dewan Konstituante kembali gagal mencapai kesepakatan. PNI, PKI, Partai Murba, IPKI, dan GPPS tergolong kelompok penentang gagasan negara föderal. Teilai pendukung negara föderalen adalah Partai Masyumi, PSII, Partai Buruh, dan Parkindo. Pemerintah Pusat (Bung Karno) berhasil menyelesaikan permaslahan pemberontakan daerah, juga gerakan oposisional dari Partai-Partai von Jakarta yang menentang kebijakan tentang demokrasi terpimpin, terutama Partai Masyumi von Partai Sosialis Indonesien (PSI). Namun, pada 196566 Jetzt kaufen Rezim Bung Karno (Orde Lama) ditumbangkan oleh kekuatan militer. Kekuasaan Negara Berpindah Tangan Dari Rezim Bung Karno ke Rezim Suharto (Orde Baru). Di bawah Rezim Orde Baru, ausgabe negara föderal sirna karena kekuatan militer sangat anti negara föderativ, kecuali negara kesatuan. Ausgabe negara kesatuan telah menggantikan Ausgabe negara federal. Membicarakan negara föderalen menjadi sangat tabu. Namun, Ausgabe Negara Bundes Kembali mewacana Ketika režim Orde Baru gagal mengakomodasi kebutuhan masyarakat di wilayah Indonesien terluar (Daerah-Daerah Luar Jawa). Muncul perdebatan negara bundesstaatlichen karena masih terdapat masalah sentralisasi kekuasaan secara berlebihan, kesenjangan ekonomi antar wilayah, dan aneka macam ketidakadilan di daerah. Rez................................. Pembicaraan mengenai demokratisasi kehidupan politik baik von pusat maupun di daerah telah meluas. Dalam kondisi perubahan politik ini, ausgabe negara föderal menghangat kembali. Perbedaan pendapat mengenai negara föderativ dan kesatuan berjalan seuernte dengan kontroversi demokratisasi lain seperti parlementarisme versus presidensialisme, sistem pemlihan distrikt versus sistem pemilihan proporsional. Ausgabe Negara Bundes meluas juga karena aspirasi otonomi khusus dan Kemerdekaan berbagai Daerah, terutama Aceh, Timor Timur dan Irian Jaya. Tokoh-tokoh nasional turut mengangkat ausgabe negara föderativ ini antara lain Romo Y. B. Mangunwijaya dan M. Amin Rais. Mangunwijaya Telah Menulis makalah berjudul indonesischen Probleme und Perspektiven, disampaikan Pada Seminar zur Umsetzung von Strukturreformen für die Demokratisierung in Indonesien: Probleme dan Aussichten, diselenggarakan oleh LIPI dan die Ford Foundation di Jakarta, 12-14 Agustus 1998 Tulisan Mangunwijaya terkait terdapat di dalam Pahami Secara gelegen Utuh Negara Federal (Harian Pikiran Rakyat, Yogyakarta, 30 Agustus 1998). Untuk Amien Rais Seetai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), konsep negara bundesstaatliche dapat ditemukan di dalam Plattform PAN. Deutsche Übersetzung von. Deutsche Übersetzung von. Deutsche Übersetzung von. Deutsch - Übersetzung - Linguee als Übersetzung von "jdn. Beberapa tokoh politik als cendikiawan lain memperbincangkan ausgabe negara federal adalah Abdurahman Wahid (Gus Dur), Alfitra Salamn, Harus Alrasid, Dan Adnan Buyung Nasution. Mereka beragumen bahwa Indonesien semestinya kembali ke sistem negara föderal. Menurut mereka, Pemerintah Indonesien (Pusat) übernommen menerapkan sistem negara föderalen karena khawatir akan cenderung memicu ketidakstabilan politik dan gerakan pemisahan diri dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesien). Setelah demokratisasi als reformasi berjalan sekitar 10 tahun, ausgabe negara föderalen menghangat kembali terutama bagi mereka yang tidak puas terhadap pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dan hubungan Pusat dan Daerah. Berbagai alasan dan argumentasi telah diajukan baik bagi kalangan pendukung maupun penolak penerapan vorbildliches atau bentuk negara föderal. Umumnya kalangan pendukung penerapan Modell negara federal berasal dari luar Jawa, baik ilmuwanakademisi, politisi Partai, pengamat, Amat Langka Pendukung Modell Negara föderalen berasal Dari kalangan militer. Sebaliknya, kelompok penolak penerapan vorbildliches negara föderal umumnya kalangan mantan perwira militer nach politisi Partai pulau Jawa. Wacana tentang Modell Negara föderalen sudah berkembang sedemikian rupa dalam masyarakat Indonesien beberapa tahun belakangan ini. Mereka acapkali menolak pandangan negatif bahwa negara föderativ bisa menyebabkan terjadinya disintegrasi di Indonesien. Menurut mereka, gagasan dasar negara föderativ yakni kekuasaan berada di daerah-daerah (negara bagian atau provinsi). Daerah-daerah mengalokasikan sebagian kekuasaan mereka kepada Pemerintah Pusat (Bundesstaat). Modell negara bundesstaatlichen dapat menghilangkan ancaman disintegrasi. Di Bawah-Modell Negara föderalen, Terutama masyarakat di daerah-daerah luar Pulau Jawa, akan dapat mengatur diri sendiri als tidak merasa dalam cengkraman kekuasaan Pulau Jawa. Dewasa ini kaum intelektual terpenjara karena pembahasan modellieren atau sistem negara dibatasi oleh kekakuan kerangka berfikir negara kesatuan (NKRI). Salah seorang intelektual Terpenjara Dimaksud Adalah Pakar Psikologi Politik, Vereinigte Staaten von Amerika, Hamdi Muluk. Beliau seorang pendukung Modell negara Bundes. Alasannya antara ließ jauhnya ketimpang antara Pusat dan Daerah. Baginya, Indonesien lebih cocok memakai vorbildliches atau sistem negara föderal. Kebutuhan masyarakat lokal seharusnya von Pemerintah Daerah. Negara bundesstaatliche secara emperis terbukti membuat daerah berkembang. Beliau kemudian mengajak kita untuk melihat negara-negara maju yang menggunakan vorbildliches negara föderal, berkembang di berbagai bidang. Setiap negara bagian memiliki universitas berkualitas, kemudian ekonomi tumbuh dengan pesat. Satu argumentasi unik lain terkait dengan modellieren negara föderativ adalah prediksi Jayabaya bahwa Indonesien akan menjadi negara föderal. Penganut argumentasi unik ini percaya, Jayabaya bukan seorang dukun, bukan Sinnliches, tetapi Raja Dari Kerajaan Kadiri, juga seorang Pujangga, Sastrawan tergolong indigo (Tingkat kecerdaswan tinggi), memiliki indera keenam Mampu memprediksi apa Akan terjadi di masa mendatang. Menraut mereka, salah satu prediksi Jayabaja berbunyi, Negarane ambane saprawalon. Artinya, Indonesien von akan terdiri dari 8 (delapan) von negara bagian atau menjadi von negara federal. Mengapa Harus berbentuk negara Bundes Alasannya adalah wilayah Indonesien terlalu luas Anzahl der Beiträge penduduk terlalu banyak Pemerintah Pusat dianggap tidak Mampu lagi mengurusi Daerah sehingga bentuk NKRI tidak cocok lagi adanya tuntutan hampir semuadaerah untuk memiliki otonomi sangat luas. Tulisan ini Akan mencoba mengelaborasi Ausgabe Negara Bundes di Indonesien Lebih Jauh, terutama argumentasialasan Kelompok pendukung: Mengapa Indonesien Negara Republik Indonesien semestinya menggunakan Modell atau sistem Negara Bundes Langkah pertama adalah mencoba menyajikan (1) tinjauan teoritis negara Bund, kemudian (2) mengidentifikasi keunggulan dan Kelemahan negara federal, serta (3) argumentasialasan beberapa pendukung modellieren atau sistem negara federal diterapkan di Indonesien berdasarkan hasil wawancara langsung Tim Penulis (BersambungMUCHTAR EFFENDI HARAHAP). 0 Komentar: Berlangganan Poskan Komentar Atom Link zum Beitrag ini: Mengenai Saya Lahir Medan (1954). S1 Hub. Int. Fisip UGM (1975), S2 Politik, UGM (1982), Mhs riset Ph. D Politik USM, Malaysia (2000). Ketua Dewan Pendiri NSEAS (Netzwerk für Südostasiatische Studien). (JST: NSEAS, 1991) Gerhard Schröder, Hrsg. Sebab Perubahan Sikap MPRDPR (Jkt: NSEAS 2001) Demokrasi dalam Cengkeraman Orde Baru (Jkt: Tewas ORBA 2004) MPP dan DPP PAN Ilegal (Yogya: Pustaka Fahima 2010) Kegagalan SBY dalam Fakta dan Angka (Yogya: Pustaka Fahima 2010) Politik Kepartaian Era Reformasi: Peran ideologi Koalisi dan Dana Ilegal (Jkt: NSEAS, 2013) Negara Republik Indonesien Membutuhkan UU Datenschutz und Sicherheit Nasional (Jkt: NSEAS amp IEPSH 2012) Kegagalan režim SBY-Boediono (Jkt: IEPSH, 2013), Parpolisasi (Jkt: NSEAS, 2016), Kami Melawan Ahok Tak Layak Jadi gubernur (Jkt: LKIP, 2016), Heft Strategis DKI Jakarta Era Ahok (Jkt: NSEAS, 2016) Evaluasi 2 Tahun Kegagalan Pemerintahan Jokowi-JK (Jkt: NSEAS 2016 dalam proses). Veröffentlichung SebelumnyaPersoalan Negara Bundes dan BFO Konsep Negara Bundes dan 8220Persekutuan8221 Negara Bagian (BFO Bijeenkomst Bundes Overleg) mau tidak mau menimbulkan potensi perpecahan di kalangan bangsa Indonesien sendiri setelah Kemerdekaan. Persaingan Yang Timbul Terutama Adalah Antara Golongan Föderalis Yang Ingin Bentuk Negara Bundesrepublik Dipertahankan Dengan Golongan Unitaris Yang Ingin Indonesien menjadi negara kesatuan. Dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada 24 Juli 1946 misalnya, pertemuan untuk membicarakan tatanan Bundes Yang diikuti oleh wakil Dari berbagai Daerah nicht RI itu, ternyata mendapat reaksi keras Dari para politisi pro RI Yang Ikut serta. Herr Tadjudin Noor dari Makasar bahkan begitu kuatnya mengkritik hasil konferensi. Perbedaan keinginan agar bendera Merah-Putih dan lagu Indonesien Raya digunakan atau tidak oleh Negara Indonesien Timur (NIT) juga menjadi persoalan yang tidak bisa diputuskan dalam konferensi. Kabinett NIT juga secara tidak langsung ada yang jatuh karena persoalan negara föderal ini (1947). Dalam Wanne BFO juga bukan tidak terjadi pertentangan. Sejak pembentukannya von Bandung pada bulan Juli 1948, BFO telah terpecah ke dalam dua kubu. Kelompok pertama menolak kerjasama dengan Abgeleitete Begriffe, die nicht mit Diajak bekerjasama membentuk übereinstimmen Negara Indonesia Serikat. Kubu ini dipelopori oleh Vorstellung Anak Agung Gde Agung (NIT) serta R. T. Adil Puradiredja dan R. T. Djumhana (Negara Pasundan). Kubu kedua dipimpin oleh Sultan Hamid II (Pontianak) dan dr. T. Mansur (Sumatera Timur). Kelompok ini ingin agar garis kebijakan bekerjasama dengan Belanda tetap dipertahankan BFO. Ketika Belanda Melancarkan Agresi Militer II-nya, pertentangan antara dua kubu ini kian sengit. Dalam sidang-sidang BFO selanjutnya kerap Terjadi konfrontasi antara Anak Agung dengan Sultan Hamid II. Dikemudischer Hari, Sultan Hamid II ternyata bekerjasama dengan APRA Westerling mempersiapkan Pemberontakan terhadap pemerintah RIS. Setelah Konferensi Meja Bundar atau KMB (1949), persaingan antara golongan federalis dan unitaris Makin Lama Makin mengarah Pada konflik terbuka di bidang militer, pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesien Serikat (APRIS) Telah menimbulkan masalah psikologis. Salah satu ketetapan dalam KMB menyebutkan bahwa inti anggota APRIS diambil dari TNI, sedangkan lainnya diambil dari personelle mantan anggota KNIL. TNI sebagai ini APRIS berkeberatan bekerjasama dengan bekas musuhnya, yaitu KNIL. Sebaliknya anggota KNIL menuntut Agar Mereka ditetapkan sebagai aparat negara bagan dan mereka menentang masuknya anggota TNI ke negara bagian (Taufik Abdullah dan AB Lapian, 2012.). Kasus APRA Westerling als mantan pasukan KNIL Andi Aziz sebagaimana telah dibahas sebelumnya adalah cermin dari pertentangan ini. ............................................................. Hal ini terlihat ketika negara-negara bagian yang keberadaannya ingin dipertahankan setelah KMB, harus berhadapan dengan tuntutan rakyat yang ingin agar negaranegara bagian tersebut bergabung ke RI. BUKU K13 SEJARAH INDONESIEN XII
No comments:
Post a Comment